“pIPIT dan burung pipit”
Cit...cit...cit...bunyi suara burung saling sahut menyahut menghiasi pagi yang dibalut kabut-kabut embun sutra.Suasana minggu pagi memang sangat menyenangkan,begitu sejuk,nyaman,dan sepoi-sepoi.Dibawah sana,disebuah rumah mungil yang sederhana seorang ibu tengah sibuk membersihkan pekarangan,seorang ayah yang sedang berkebun,dan seorang gadis mungil yang manis tengah membantu kedua orang tua tersayangnya itu dengan menyiram beberapa bunga.
Dua jam berlalu...
Kita kembali ke dapur,disana si ibu sedang memasak beberapa masakan kesukaan keluarga,si gadis mungil berumur 5 tahun itu datang menghampiri.
”Ibu,sini biar Pipit yang bantu.”
”Tak usah sayang,lebih baik Pipit mandi saja,atau bermain diluar.Ibu insya allah bisa mengerjakan pekerjaan ini sendiri nak.” Jawaban si ibu ternyata tak membuat Pipit puas,ibu berusaha tak menggubrisnya,sedikit heran,sikap anaknya lebih rajin dari biasanya.
”Hmm belakangan ini ibu perhatikan Pipit ceria terus.Punya teman baru yah??.”
”Oh...tidak kok buk.”
”Terus kenapa dong kalau begitu??”
”Pi..Pipit boleh nggak punya hewan peliharaan buk??”
”Coba tanyakan ayah sayang,kalau ayah setuju,ibu juga setuju.” Tanpa buang waktu Pipit berlari menghampiri ayah yang sedang asyik membaca koran lengkap dengan teh hangat dan gorengan.
”Ayah,Pipit nggak nganggu kan??”
”Nggak kok nak.Memangnya ada apa anakku sayang??”
”Ituloh ayah,Pipit iri sama Cici.Dia punya kucing yang sangat lucu,terus punya burung yang banyak.Dan kemarin Cici dibelikan kelinci.”
”Oh Pipit mau dibelikan hewan peliharaan yah??”Anggukan Pipit membuat ayah tersenyum geli,membelai halus kepala gadis mungilnya itu lalu merangkulnya.
”Sayang,Pipit ngebanyangin nggak,seandainya yang dikurung dalam sangkar itu Pipit sendiri,bagaimana perasaan Pipit??”Ayah menunjuk salah satu sangkar burung milik Cici diujung sana.
”Ah pipit nggak mau Ayah,tempatnya kecil sekali.Bisa-bisa Pipit meninggal kalau kelamaan disana,terus nggak bisa main sama teman-teman lagi deh.”
”Anak pintar,nah kalau Pipit sudah tahu,begitu juga yang dirasakan hewan peliharaan-peliharaan yang lain.Apa Pipit tak kasihan??”
”Tapi kok ayah pelihara ayam,kan kasihan juga Ayah.”
”Ayam kan bermanfaat bagi kehidupan kita nak.Lebih baik Pipit membantu ayah memberi makan ayam saja.Bagaimana??”
”Nggak mau ayah,ayam kan jorok,Pipit maunya yang lucu.”Tanpa pamit,Pipit berlari menuju kamarnya,sepertinya dia sedang marah,oh gadis kecil yang lucu.
********
Besoknya selepas pulang sekolah,Pipit datang dengan wajah senang sekali.Seperti sudah melupakan kejadian yang kemarin,anak kecil memang susah ditebak.
”Assalamu alaikum...”
”Wa’alaikumsalam....”
Setelah mencium kedua tangan orang tuanya,Pipit cepat-cepat berlari menuju kamar.Sikap gadis kecil itu menimbulkan keheranan pada ayah dan ibu.
”Ehmm..ayo Pipit sedang apa??”Suara deheman ayah membuat Pipit kaget.
”Ayah maafin Pipit,Pit hanya ingin merawat burung ini.” Diperlihatkannya burung pipit kecil yang mungil itu kepada ayah dan ibu dengan sangat cemas,gugup,dan takut.
”Dapat darimana sayang??”Suara penuh kasih dari ibu semakin membuat Pipit merasa bersalah.
”Ta..ta..di,sepulang sekolah tak sengaja Pit dengar suara kicauan burung.Pipit mencarinya lama sekali buk,ternyata suara itu berasal dari burung kecil yang malang ini Ayah.”
”Ya sudah kalau begitu,kita obati sama-sama.” Pipit bersenandung lega.
********
Tiga hari berlalu,keadaan burung Pipit kecil itupun telah membaik.Ayah membujuk Pipit untuk segera melepaskannya,akan tetapi tangisan Pipit membuat ayah luluh.
”Pipit janji ayah,Pit akan menjaga burung kecil ini.”Ayah dan ibu saling berpandangan,akhirnya mereka mengijinkan burung kecil untuk tetap berada didalam rumah ini.
Kehadiran burung Pipit itu membuat suasana rumah semakin ramai,Pipit begitu senang memeliharanya.Namun sepertinya burung itu sendiri tak merasa nyaman ada didalam sangkar itu.
”Ayah,ibu,kenapa sih dua burung besar diatas pohon itu selalu bersiul,seperti orang menangis,kadang pula menghampiri burung kecil ini ayah??" Ayah tersenyum simpul mendengar tuturan gadi mungilnya itu.
”Itu tandanya mereka sedang sedih,mungkin itu ayah dan ibu si burung ini nak.Makanya kenapa dia selalu menghampiri si kecil.”
”Iya sayang,mereka kasihan melihat anaknya dikurung seperti ini,apalagi si burung kecil adalah anak satu-satunya buat mereka.” Mendengar perkataan ayah dan ibu,Pipit seketika lesu,mencoba memaknai dalam-dalam kata demi kata yang dilontarkan kedua orang tuanya barusan.Tak butuh waktu lama,kelesuan itu berubah menjadi sebuah semangat baru yang membara.
”Burung maafin Pipit yah karena sudah mengurungmu seperti ini.Pipit janji nggak akan membuat kalian sedih lagi.” Dengan hati-hati dikeluarkannya burung kecil itu,ayah dan ibu tersenyum bangga melihat kepolosan gadis mungilnya itu.
Klepak..klepak..si burung terbang tinggi menghampiri kedua orang tuanya yang sudah lama menantikan kepulangannya.
”Tenang saja nak,tuh lihat ayah dan ibu burung berterima kasih pada Pipit.” Ibu berusaha menghibur.
”Lagipula Pipit nggak akan kesepian kok.Ayah yakin tiap hari burung kecil akan menjengukmu nak,sebagai tanda terima kasih telah membantu menyembuhkan luka-lukanya akibat jatuh kemarin.”
”Benarkah itu ayah??”
”Iya anakku sayang.”Pipit mencium kedua pipi ayah dan ibunya,dia sangat senang sekali sudah bisa membantu mempertemukan keluarga burung itu.
Semenjak kejadian sore itu,Pipit tidak pernah meminta dibelikan hewan peliharaan lagi,dia mengerti kenapa ayah dan ibunya selalu melarang melakukan hal itu.Rasanya tak enak,nyaman,dan menyedihkan.Gadis kecil yang menggemaskan,gadis kecil yang pintar.
********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar