“LILIN-LILIN HITAM”
“Pak,sebaiknya Ninis cepat-cepat dinikahkan.”Aku tersentak kaget ketika kudengar emak berkata seperti itu,kucoba semakin mendekat kearah pintu kamar.Kucoba menenangkan diri,mungkin tadi aku salah dengar.Kutarik nafas dalam-dalam,mencoba berpikir positif akan perkataan tadi.Kurapatkan daun telinga kananku kedaun pintu.
Deg...deg...deg...,detak jantungku semakin tak karuan rasanya.
“Sabarlah Bu’,aku sedang memikirkan cara mendapatkan anak pak Darmin itu.”
Jawaban dari Abah yang begitu mantap membuat empedu yang memang tercipta untuk pahit ini terasa semakin pahit dibuatnya,usus-usus semakin melilit perutku yang sudah tak enak rasanya,berkecamuk,rongga-rongga dada kembang kempis bak balon yang kekurangan oksigen,kembang,kembung,kempis,terisi lagi,menggelikan.
Ya Rabb!!!Secepat inikah aku menuju pelaminan.Tidak...aku belum siap,aku tak mau,aku ingin sekolah.
Kuberlari menuju kamar,tak sanggup lagi kubendung air mata ini,kumenangis sejadi-jadinya hingga kedua mata ini terlelap dengan sendirinya.
********
Lusanya,tepat hari Minggu,diteras rumah,seperti biasa,dengan sepiring pisang goreng lengkap bersama si kopi menemani cengkrama kedua sejoli itu,Abah dan Emak. Disaksikan sang burung gereja,menatap kosong,sepertinya cemburu,merajuk pada dedaunan yang sebentar lagi akan pensiun dari pucuknya,ditemani si udara pagi yang cerah nan syahdu,sepoi-sepoi bak beriak air mancur yang baru keluar dari peraduannya.Abah yang baru pulang mengajar tahdzin dari Pondok desa Wonosobo tempatku berdiri sekarang sedang asyik berbincang-bincang bersama emak.Kelihatannya serius sekali,sepintas pula mereka terbahak-bahak dengan manja khas seorang istri,dan khas genit seorang suami.Kuperhatikan pula emak begitu serius mempelajari naskah pidato sambutan untuk besok.Dan sesekali Abah membantu mengajarinya,sungguh romantis mereka berdua..Yah aku berharap hal ini dapat berlangsung hingga ajal menjemput.
*********
Alhamdulillah....hanya kata itu yang bisa kuucapkan sekarang.Aku bersyukur Allah masih enggan memberikan belas kasihnya kepada keluarga kami.Hidup berkecukupan,yah begitulah orang-orang di desaku mengatakannya.Namun,hal itu tak membuatku bangga,harta adalah amanah,dan harus dijaga dengan sebaik-baiknya.Aku takut tak bisa menggunakannya dengan baik sesuai syariah.Ya Allah,semoga engkau selalu membimbing kami diatas jalanmu,agar bisa menempati surgamu kelak.
Tapi,ada sedikit yang membuat hatiku janggal atas sikap dan tingkah laku emak serta abah.Abah adalah seorang yang paling dikagumi di desaku,sedangkan emak yang merupakan istri dari lurah sekaligus merangkap menjadi ketua taklim.Haji Sodikin,dan Hajah Rubiah,yah orang-orang biasa memanggil mereka seperti itu.
Hatiku bertanya-tanya apakah gelar,penghormatan,dan rasa kagum itu pantas untuk orang-orang seperti mereka???Jawabannya pasti tidak!!!
Mereka hanyalah orang-orang yang mementingkan dunia dibanding akhirat,mereka hanya manusia bermuka dua,manusia yang hanya ingin dipuji,dan manusia yang menurutku tak pantas untuk disebut haji maupun hajah.
Mereka tak pernah solat berjamaah di rumah,mengaji,syaum,bahkan bersedekah,infak,dan zakatpun tak pernah mereka lakukan,yah hanya sesekali saja,karena ingin dilihat,dan menjaga image ke warga.Apakah pantas mereka disebut MUSLIM???dan apakah orang tua seperti mereka patut kuikuti serta kulaksanakn Birul Walidain???
Selama ini aku selalu menutupinya,mencoba memendam dalam-dalam,namun kali ini aku tak sanggup,apalagi terkait dengan pernikahanku.Kucoba memberanikan diri memberitahu mereka bahwa apa yang mereka lakukan selama ini tak baik.Adik laki-lakiku Usman juga sering membantuku untuk menasehati mereka,tanpa berniat untuk menggurui. Tapi itu semua hanya sia-sia,tamparan keras bertubi-tubi dengan santainya mampir dikedua pipi kami.Astagfirullah!!!Aku bingung dengan sikap mereka,apa yang telah terjadi sebenarnya ya Allah!!?
********
“Pak Lurah...bagaimana ini.Ini sudah korban yang keempat puluh pak.Kenapa bapak belum melakukan tindakan apapun??”Suara gaduh dari luar rumah membuatku penasaran,kuberanikan diri mengintipnya dari jeruji jendela kamar.Ternyata pak Saman,seperti biasa setiap hari jumat pasti akan ada yang melapor peristiwa kehilangan dengan motif yang sama.Kehilangan hewanlah,inilah,itulah,bahkan kudengar ada genderuwo yang telah merenggut keperewanan lima gadis di desa yang sama.Tak bisa kubayangkan jikalau hal ini menimpaku.naudzubillah!!!
Genderuwo hanya mitos,dan aku tak akan mempercayainya begitu saja.Adikku Usman yang sekarang tengah duduk di bangku dua SMP datang menghampiriku,lalu kami kembali menyaksikan drama itu dengan tatapan kosong,sembari menatap aneh satu sama lain.
“Tenang...tenang.Mungkin ini peringatan dari Allah kepada kita.Jangan panik,kita serahkan semuanya kepada gusti Allah.Banyak istigfar,dzikir,dan tawakal serta ikhtiar kepadanya.”Huh...sekali lagi warga terbius atas ucapan Abah,tak satupun yang berani membantah.Semuanya tertunduk lesu,mencoba memaknai perkataan uztadnya dalam-dalam.Padahal menurutku itu tak perlu sama sekali.
Beberapa menit kemudian suasana kembali tenang,sepertinya masalah telah dapat diatasi.Pujianpun terlontar atas abah dan emak,huh....aku muak,aku tak setuju sikap warga yang terlalu memuja mereka.Ha...seandainya mereka tahu,pasti kotoran dan hinaan yang mereka beri.Tapi...aku tak mungkin memberitahu warga akan hal yang sebenarnya.Biarlah Allah yang membalas semua ini,dan disisi lain aku masih akan terus berdoa dan berusaha mengembalikan mereka,menyadarkan,membuka mata hati dan pikiran yang aku tak tahu dibius oleh apa dan oleh siapa jiwa dan raga yang tak berdosa itu.
Semoga hidayah selalu tercurah,dan rahmat Allah memberkahimu wahai ayah dan ibu!!!Semoga engkau membukakan pintu hidayah bagi mereka ya Allah,dan selamatkanlah keluargaku dari api neraka,serta tuntunlah kami kejalanmu yang lurus,agar selamat dunia akhirat.Bantulah hambamu ini menyadarkan mereka,dan berilah petunjuk kepadaku akan kebenaran yang hakiki.
********
Besoknya di ruang keluarga....
“Ninis setelah kau tamat SMA,kamu akan kami nikahkan dengan Sutrisno,anak pak Darmin.Dia seorang pengusaha muda,pasti kamu tak akan kecewa,dan akan selalu bahagia dengannya.”Perkataan emak barusan membuatku tersentak kaget,tak percaya.Aowww,sakit,jadi ini bukan mimpi.Nikah,oh tidak seriuskah itu???Aku tak mau,tidak...!!!
Batinku meronta sakit,pilu,dan merasa sangat dikecewakan.
“Ninis tak mau emak,Nis mau sekolah.Nis pingin jadi orang sukses.”
“Kau...ikuti kata orang tuamu,jangan membantah.Percuma kau sekolah tinggi-tinggi,toh kau tetap kembali ke dapur.Pokoknya keputusan abah bulat,lagipula keluarga Sutrisno telah setuju.”Bentakan abah membuatku tak bisa berkutik.
“Harta kekayaan Sutrisno dan keluarganya akan cukup membiayaimu hingga tujuh turunanmu kelak.Tak usah buang-buang uang untuk sekolah yang tak ada gunanya itu.Nikmati saja apa yang sudah ada.”Tanbah emak pula.
“Emak dan abah egois.Ninis tak butuh harta dan semua janji palsu itu.Nis ingin,ah...abah dan emak tidak akan mengerti!!”Kutak sanggup lagi berkata,cucuran air mata tak sanggup pula kubendung.Kulari dengan rasa pilu yang teramat sangat menuju kamar,Usman adik satu-satu dan kesanyanganku itupun hanya mampu menatap sendu.Hanya dia yang bisa mengerti,hanya dia satu-satunya yang aku punya sekarang.
Aku heran dengan orang-orang di kampung ini,anak perempuan seolah-olah tak punya martabat,begitu rendah dan hina.Padahal laki-laki dan wanita sama saja.Mengapa harus ada pendiskriminian seperti ini??Di kampungku para wanita tak satupun yang melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi.Baik yang orang tuanya paling kaya,maupun yang paling miskin.Mereka memperlakukan anak wanitanya sama,MENIKAH USIA MUDA!!!Entah apa yang mereka pikirkan,berbagai alasan yang menurutku tak masuk akal.Alasan buang-buang uang,wanita sebaiknya di rumah saja mengurus suami dan anak-anaknya,menghindari fitnah,dan yang paling ampuh adalah alasan membahagiakan orang tua.
Uh...mengapa begitu dangkal pikiran mereka.Aku benci,muak,aku harus bisa melawan cobaan ini,aku harus mengubah cara pandang mereka terhadap wanita.Aku harus bisa menggapai cita-cita yang kupendam bertahun-tahun itu,aku tak boleh menyerah.Semangat dalam aliran darahku semakin menggebu-gebu,kuhapus air mata yan tak adanya gunanya ini.Tangisan tak akan membawa perubahan!!!
“Teh yang sabar yah!!Usman tak bisa berbuat apa-apa.Cuma doa yang bisa Man panjatkan buat kebahagiaan teteh”Suara Usman yang datang tiba-tiba sedikit mengagetkanku,namun menghangatkan batinku.
“Tak apa-apa Man,teteh bisa memakluminya.Kau tak usah sedih begitu.Ini cobaan,dan teteh berterima kasih Man masih mau memperdulikan teteh.”Kupeluk Usman sembari mengelus rambut hitamnya itu dengan sangat lembut.
“Man......bantu teteh!!!”Entah mengapa ide ini muncul begitu saja.Kupegang kedua pundak Usman dengan tatapan yang begitu meyakinkan.
“Apa yang Man bisa bantu teh??”Sahutnya dengan nada yang penuh tanda tanya.
“Teteh tak ingin benasib seperti gadis-gadis di desa ini.Teteh ingin sekolah,dan teteh ingin merubah pandangan warga desa disini,bahwa ilmu itu sangat penting buat kehidupan.”Tatapan Usman semakin aneh,aku tersenyum.Aku mengerti maksud dari kedua bola mata kecilnya itu.
“Bantu teteh minggat dari rumah ini!!!”Perkataanku tadi membuat bola mata Usman sedikit membesar,karena kaget.
“A...pa...,terus caranya bagaimana teh.Usman takut,bagaimana kalau abah dan emak tahu,bisa dihukum gantung kita teh.?!”
“Kau bantu teteh hubungi kang Firman di kota.Kau katakan tunggu aku di terminal Semarang.Kalau dia menolak,ceritakan saja apa yang telah terjadi pada teteh.”
Tanpa basa-basi Usman langsung pergi menuju wartel melalui jendela kamar,kebetulan sedang direnovasi.Setelah selembar uang Rp.20.000 kuberikan padanya lengkap dengan nomor teleponnya.Dia tak tahu harus berbicara apa lagi,kasihan juga dia,ya Allah ridhailah keputusanku ini,dan mudahkanlah semua urusan yang menimpa hambamu ini.Dan selamatkan serta lindungilah Usman ya Allah!!!Perasaanku begitu tak tenang,cemas,ragu,bimbang semua telah menjadi satu.Berharap semua rencana ini berhasil dengan mulus.Hmm syukur alhamdulillah abah dan emak sudah terlelap.Semoga saja WARTELnya belum tutup,plus nomornya masih aktif,gumamku pelan!!
Kang Firman,yah Firman,lelaki yang pernah abah tolak lamarannya lantaran keadaan ekonomi mereka,kuharap mau membantuku saat ini.Aku tak ingin mengingat kenangan pahit itu,sungguh sangat memilukan.Oh...begitu kejamnya abah dan emak!!!Ya Rabb ampunilah dosa-dosa kedua orang tuaku,dan semoga kesejahteraan selalu tercurah kepada keluarga kang Firman.
********
Beberapa menit berlalu,akhirnya Usman datang juga.
“Assalamu alaikum....teteh!!”Ucapnya dengan nafas yang terseok-seok naik turun.
“Waalaikum salam,Usman akhirnya datang juga kau dek.Atur nafasmu dulu.”Kuberikan segelas air putih,sembari mengusap kepalanya,aku kasihan sekali melihatnya.
“Alhamdulillah teh,kang Firman mau membantu teteh.”Perkataan Usman barusan membuatku tersenyum lega,akhirnya beban yang kucemaskan dari tadi terungkap sudah.Terima kasih Tuhan,kau mengabulkan doaku. (^_^)
“Terima kasih sayang,oh iya bagaimana kalau kau ikut dengan teteh.Teteh tak tega meninggalkanmu sendiri disini.”
“Tak usah teh,nanti Usman menyusul kalau Man sudah tamat SMP.Lagipula sebentar lagi ulangan semester.Kasihan abah dan emak tak ada yang membantu,mereka juga kan tetap orang tua kita teh”Sahutnya mantap.Aku tak bisa memaksa,toh nanti aku akan kesini menjemputnya.
“Alhamdulillah kalau kau tak membenci emak dan abah.”
“Kan teteh yang ajarin.”Kubalas senyuman adekku itu dengan rasa bahagia yang teramat sangat.
“Ya sudah kalau begitu,teteh pergi dulu,mumpung kendaraan masih ada yang lewat nih.Jaga emak,abah dan rumah ini dengan baik yah Man.Kalau ada apa-apa hubungi saja teteh dinomor yang tadi.Dan jangan pernah kau tinggalkan sholat,tilawah dan banyak ingat Allah.”
“Insya Allah teteh,semoga selamat sampai tujuan teh.Kalau ada kesempatan Man pasti akan menghubungi teteh.Hati-hati!!!”Kupeluk Usman sekali lagi,sedih rasanya harus meninggalkan dia dalam keadaan yang kacau seperti ini.Kuberi dia dua lembar uang ratusan,uang tabunganku selama ini,yang tiga ratusnya untukku.
“Tak usah teh,Man punya tabungan sendiri kok.Teteh lebih membutuhkan.”
“Tidak,ambil saja,ini khusus teteh simpan untukmu.Jangan menolak,ambillah.Insya Allah teteh akan hati-hati,jaga dirimu baik-baik.Assalamu alaikum.”
“Waalaikum salam....”Segera kuloncat jendela dengan sangat hati-hati,sembari kuperhatikan wajah lugu dan polos adikku yang masih mungil itu.Aku tak tega,namun aku tak ingin mengeluarkan air mata lagi,aku harus tegar,harus bisa!!!Hanya sepintas lambaian tangan yang kuhaturkan atasnya... (T_T)
********
Empat tahun kemudian......
Aku Ninis Nur Wahyuni,akhirnya telah menamatkan study S1 dengan nilai yang lumayan untuk standar wong deso sepertiku.Bagiku,Wong kota sama sajalah dengan wong deso,tak ada bedanya,sama-sama makan nasi,punya panca indera yang sama pula,aku bertanya padamu sobat,apa yang mesti kau takutkan,aku buktinya,tak ada yang tak bisa kalau kau mau berusaha.Kau penentu atas takdirmu,usaha itulah nasibmu,kau bisa mengubahnya kawan,dari sekarang.Ingat itu??
Tak ada yang bisa kuucapkan selain rasa hormat yang teramat dalam kepada keluarga kang Firman.Begitu mulianya hati mereka,mereka dengan ikhlas mau membiayai sekolahku hingga selesai.Tapi,aku janji akan membalas semua kebaikan mereka selama ini padaku.
Sekarang aku tengah bekerja sebagai asisten manager disalah satu perusahaan asing di Semarang,sama halnya dengan kang Firman.Akan tetapi kang Firman dibagian pemasaran.Ya Rabb terima kasih atas semua nikmat yang kau berikan padaku!!!
********
Kring.....kring......kring.....
Suara gema telepon di ruang tengah mengakhiri ritual duha yang kulaksanakan.Kuangkat...
“Assalamu alaikum...”Ucapku tenang.
“Waalaikum salam...Firman ini Malik.”Sahutnya tergesa-gesa.
“Afwan ini dengan Ninis,kang Firman sedang di kantor.”
“Ninis,alhamdulillah.Sebenarnya kang Malik ingin berbicara denganmu,kebetulan sekali.”
“Ada apa kang,suaranya kok khawatir sekali!!?.”
“Hmm Usman Nis,Usman....”Jawabnya hati-hati.
“Usman kenapa Kang??”Aku semakin panik,pikiranku tak karuan.
“Tabahkan hatimu yah Nis,Usman...Usman...”
“Usman kenapa kang,jangan buat Nis panik seperti ini.Insya Allah Nis akan tabah.”Detak jantungku bergerak semakin cepat,ubun-ubunku semakin nyut-nyut pula rasanya.
“Usman meninggal Nis,nanti selepas Duhur kami akan menguburkannya.”
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.....”
Tut...tut...tut...
Sambungan telepon tiba-tiba terputus,mungkin kang Malik sengaja menutupnya.Dia tak akan tega mendengar deraian air mataku,ya Allah cobaan apa lagi ini.Usman malaikat kecilku itu harus pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya.Padahal aku sudah berniat akan menjemputnya kalau dia sudah tamat nanti.Tapi...tapi...semua itu sia-sia,Allah berkehendak lain.Ya Illahi terimalah Usman disisimu,amin!!!
Air mata yang kutahan akhirnya merembes juga dikedua pipi ini.Pilu,ngilu,entah apalah semacamnya,kucoba tegar,harus kuat,ahhh batu karang yang keras pasti akan lapuk juga diterpa badai.Inilah yang aku rasakan sekarang???.Si batu karang yang telah lapuk....
Segera kuhubungi kang Firman,tak berapa lama diapun datang,alhamdulillah dia mau mengantarkanku ke kampung.Setelah semua berkumpul,kami memutuskan untuk berangkat ke Wonosobo pagi ini juga.Waktu yang digunakan hanya dua jam dari Semarang ke desa kami berada.Abah Sodikin,Emak Yayuk(orang tua kang Firman yang sudah kuanggap orang tua sendiri),kang Firman,dan aku yang berangkat.Hanya Nisa adik kang Firman satu-satunya seumuran Usman dan mbok Titi yang tidak ikut.Aku melarangnya,lagipula Nisa,yang sudah kuanggap adik sendiri akan ulangan semester,aku tak ingin merepotkannya.Akhirnya Nisa tersayangku itu mau mengerti.
********
Dua jam berlalu......
Kamipun tiba di desa Wonosobo,desa tercinta,desa yang memilukan,desa yang indah,desa yang kolot,dan entahlah desa apa lagi yang pantas kujuluki atasnya.Kami disambut,ditatap,diagung-agungkan bak turis,bak presiden beserta konco-konconya.Segera kuhampiri kerumunan makhluk makhluk Allah diujung sana.Tapi......dimanakah gerangan rumah megah nan indah bak istana yang dulu berdiri kokoh diatas tanah yang jika diwariskan akan mampu memenuhi kebutuhan 3 keturunan sekaligus.
Astagfirullah.....semuanya sudah menjadi abu,hanya puing-puing reruntuhan yang tersisa.Tak ada kehidupan,gubuk berlapiskan tripleks bekas yang terpajang saat ini.Oh..sungguh,sangat,amat,memilukan!!!!Ada apa gerangan akan semua ini..??????Entahlah.....
Kukuatkan ragaku,kutegarkan kedua kakiku menghampiri rumah mungil itu,kutatap wajah yang dibalut kain putih,bersih nan suci di tengah kerumunan didalam sana,tak ada guna tangis,dia telah terbujur kaku,wajah mungilnya tersenyum,pucat pasi yang menghiasi bagai secerca sinar yang sudah lama tak bersinar,lesung pipinya seakan akan tengah meminta untuk dilekukkan agar terlihat,sungguh kasihan!!!
Usman,adik satu-satunya yang kumiliki benar-benar telah pergi meninggalkanku.Sedangkan wanita renta dan lelaki separuh baya disampingnya hanya mampu menatap raut wajah indahnya dengan tatapan kosong.Pakaian kumal,rambut yang tak terurus semakin membuatku pilu untuk melihat drama yang telah menjadi nyata saat ini.
********
Pemakaman berakhir,aku masih terdiam lesu,aku tak bias berkata apa-apa lagi,semuanya diluar pikiranku,tak pernah kubayangkan kisah ini akan setragis sekarang.
“Seandainya saai itu uztad Farhan tak datang melerai.Mungkin abah dan emakmu sudah hangus bersama seisi rumah ini.”Akhir cerita kang Malik menambah peningnya pucuk ubun-ubunku.Semua diluar jangkauan,sangat menggenaskan.
“Nis maafkan emak.Ini semua salah emak.”Pelukan emak semakin membuat raga ini ngilu,ditambah sipuan malu dari wajah renta abah.Kutatap wajah iba mereka dengan sangat hati-hati.
“Maafkan abah juga Nis,ini abah lakukan demi kamu dan Usman.Kau tak tahu saat kau lahir orang-orang di desa ini sangat membenci keluarga kita,hanya karena kita miskin nak.Hingga…”
“Emak yang salah nak,seandainya waktu itu emak lapang dada menerima keadaan keluarga kita,senadainya emak tak memaksa abahmu untuk menyembah iblis itu.Ini,ini semua tak akan terjadi nak.Hukum emak nis,hukum!!!”
Kusimak aduan mereka dengan tenang,seolah-olah tak pernah terjadi sebelumnya.Astaghfirullah walau aku tak menyangka kedua orang tuaku akan senekad ini menjual agamanya demi harta.Kenapa kami begitu bodoh ya Allah,kemaksiatan dirumah sendiri,selama bertahun-tahun mereka menipu kami,dengan wajah polos dan lugu itu.Suaraku sudah mulai serak,tapi kucoba untuk tetap setenang mugkin.
“Sudahlah abah,sudahlah emak.Nasi sudah menjadi bubur,tak ada guna penyesalan.Ambil hikmahnya,dan segeralah mohon ampun kepada Allah,bersyukurlah sang gusti masih memberi kesempatan kepada abah dan emak untuk memperbaiki kesalahan ini.Yang berhak menghukum hanyalah Allah emak bukan Ninis.”
Emak dan abah tersenyum haru,sekali lagi kembali memelukku,sentuhan yang selama ini kunantikan.Kuhapus airmata yang mencoba bermain-main diatas kedua pipiku.Kukecup mereka dengan hangat,berharap hidayah itu selalu menaungi mereka.
********
Satu tahun berlalu…
Sekarang aku telah menjadi istri seorang pengusaha muda,sukses,dan bersahaja,Kang Firman.Hal yang tak pernah kuimpikan sebelumnya.Sedangkan abah dan emak kembali mengabdikan dirinya di sebuah pondok pesantren milik Uztad Farhan.Sutrisno,yah keluarga Pak Darmin,lelaki yang hampir kunikahi waktu itu,sekarang dikabarkan telah tewas secara tragis.Entah apa yang telah diperbuatnya.Wallahu ‘alam…
Tak habis-habisnya kulantunkan pujian kepada sang khalik,sang penguasa yang tak kita pernah tahu apa rencananya.Tak lupa kuhaturkan sebait doa kepada adikku tersayang Usman,semoga kita berjumpa disurga kelak.
********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar